Archive for November, 2008

Second Chance

Suka nonton kontes putri-putrian? Aku suka! Pertama, aku suka perhatiin gaun-gaun malam yang mereka pakai. Yang kedua, aku suka babak penjurian. Pada sesi ini entah karena gugup atau apa, banyak finalis jadi gelagepan. Jawaban yang diberikan ke juri jadi nggak nyambung ato malah ajaib! Masih inget banget beberapa tahun silam pada Kontes Putri Indonesia. Salah satu finalis dari Provinsi di Pulau Jawa (benernya sih aku masih inget provinsi mana), diberi pertanyaan seputar pariwisata. Lalu jawabannya, bla..bla..bla..dan saya akan meningkatkan potensi daerah wisata yang sudah ada, seperti misalnya daerah wisata nusa..ehm.. hem nusa… nusakambangan!

Duh!

Kalau dicermati sih, kontes putri-putrian itu selalu memiliki satu atau dua pertanyaan yang serupa. Mungkin ini menjadi pertanyaan standard.  Salah-satunya adalah, Anda setuju dengan second chance? Dan bla..bla..bla.. mayoritas finalis yang mendapat pertanyaan tersebut akan menjawab setuju. Disambut dengan senyuman dan manggut-manggut dari barisan juri. Apakan ini berarti para Juri juga sepakat dengan jawaban finalis? Entahlah…

Tapi coba dipikir ulang. Apa benar, kita patut memberikan second chance pada bandar narkoba, Paedophil, pembunuh berantai, atau pencabul anak-anak?! Apa iya, hati kita ‘semulia’ itu sampai kita melupakan penderitaan para korban? Penjahat-penjahat kategori diatas adalah orang-orang yang menimbulkan kerusakan. Dan kerusakan yang mereka buat itu tak tergantikan sampai kapanpun dan dengan apapun. Itu sebabnya, menurut aku second chance sama sekali tidak pantas untuk mereka dapatkan.

Second chance hanya bisa diberikan pada masalah kasih sayang atau hal-hal lain dimana second chance bisa menciptakan sebuah hubungan baru yang lebih harmonis. Diluar hal ini,…sorry, there’s no second chance!

9/11/2008

Canaqua Librarus

Icha

Icha

Itu nama Gank-ku semasa SMP. Masa-masa dimana -yang menurutku- ABG bertingkah paling aneh dan ajaib, berpikir konyol juga nekat. Tanggung banget, anak-anak bukan dewasa juga belum. Aku sendiri suka heran jika mengingat masa itu. Ternyata bisa juga aku punya Gank…berenam pula! Aku, Lea, Lenny, Mawar, Miranda dan Magda. Nama Canaqua Librarus itu kependekan dari zodiac kami berenam, cancer-aquarius-libra-taurus. Siapa yang membuatnya….siapa lagi selain si tukang kutak-katik nama 😉

 

Tidak banyak yang kami lakukan sebagai sebuah gank, selain runtang-runtung kesana-kemari berbarengan, belajar bareng, ngumpul sambil ngegosip di salah satu rumah atau ngerjain pe-er barengan -nyontek tepatnya-. Kegiatan yang terakhir sempet bikin Miranda sewot, mengingat sebagai yang tercerdas dialah sumber contekan kami. Masalah gank ini kadang juga bikin pusing. Dengan jumlah anggota yang lebih dari 3 orang ini, sangat dimungkinkan untuk terjadi konflik internal. Kalau sudah begini, yang tidak terlibat konfliklah yang repot. Bujuk sana.. bujuk sini…

 

Dimas

Dimas

Kalau gank kami termasuk gank biasa-biasa saja. Maka pastilah ada gank yang luar biasa di lingkungan sekolah kami. Biasanya sih.. mereka adalah kumpulan cewek-cewek dari keluarga berada, modis sesuai mode yang sedang menjadi trend saat itu. Atau cewek-cewek dari kalangan biasa yang posturnya lebih dewasa dari umurnya. Yang pastinya mereka jadi kelihatan menonjol dari sebayanya yang keliatan masih anak-anak banget. Satu lagi, gank cewek-cewek yang selalu hang out. Mereka selalu up date dengan segala kegiatan yang sedang digandrungi. Ini belum termasuk mereka yang berafiliasi dengan gank-gank eksternal yang lebih besar. Kendati kegiatannya nggak jauh-jauh amat dari tawuran dan kebut-kebutan alias nge-track, buat kebanyakan murid di sekolah mereka ini keren abis!

 

Ya gitu deh masa smp. Tapi jaman sudah berubah. Kalau dulu kepikiran nge-gank pas smp, sekarang sd pun sudah merintis. Nggak percaya?!

Suatu pagi bersama kakak yang masih kelas 1 SD:

“Mama, mama tau lipstick yang buat anak-anak? Yang seperti lipstick tapi bukan lipstick.”

“Lipgloss?!”

“Iya! Kok mama tau sih..”

“Ya iyalah. Kenapa gitu?”

“Ganknya Diva itu pada pake lipgloss lho mama!”

“Di sekolah?! Emang nggak dimarahin bu guru?”

“Enggak mama. Soalnya pas Nadia ngelaporin, kata bu guru, itu lipgloss Nadia, bukan lipstick, gak apa-apa.”

“Hah?! Masa sih..(mulai berasa aneh ma pola pikir si ibu guru)…ehm, ngomong-ngomong kakak nggak ikutan Gank-nya Diva kan?!”

“Nah itulah masalahnya ma… Kakak ini Gank-nya Diva! Berarti harus pake lipgloss juga kan..?!”

Benar kan.. Jaman memang sudah berbeda!

5/11/08

Rasendriya

 

Rasendriya

Rasendriya

Salah satu hal yang bikin semangat ketika menyambut kelahiran seorang bayi adalah mencari nama yang pas buat si jabang bayi. Aku suka banget mantes-mantesin nama. Bahkan waktu es-de, aku punya nama alias: Tatiana Yoshe Angie Sabrina. Disingkat: TYAS. Walah..! 😀

 

Pas hamil kakak, aku semangat banget cari nama. Maklum anak pertama. Lebih semangat lagi pas tau lewat USG, kalo kakak adalah anak perempuan. Saking senengnya aku sampe speechless beberapa detik, sama bu dokternya aku dikira nggak pengen anak perempuan. Padahal kebalikannya, aku seneeeng banget. soalnya nama-nama anak perempuan kan bagus-bagus…  Then, dimulailah perburuan mencari nama. Setelah pilih sana-sini, tersisa 3 besar: Hilya Maryam Shabiyya, Hilya Qamaraning Qalbu dan Hilya Khalisha Mumtazah. Sempet bingung antara pilihan kedua dan ketiga. Akhirnya (inget banget, keputusan itu datengnya jam 1.30 malam, ba’da sholat tahajud), aku mantap memilih Hilya Khalisha Mumtazah. Dari makna kata, Hilya: perhiasan, Khalisha: murni, Mumtazah: excellent. Sementara secara filosofis, khalisha refers to Fathimah r.a dan Mumtazah refers to Aisyah r.a. Jadi lewat nama itu, aku meminta Allah menjadikan anak perempuanku berhati murni seperti fathimah r.a dan secerdas aisyah r.a. Amiin.

Hamil ke 2. Aku nggak terlalu antusias cari nama. Karena kata USG si dedek, laki-laki..(hehe ma’af loh dek). Cari nama anak laki-laki itu susah, jumlahnya pun terbatas, jadi kans untuk punya nama pasaran terbuka lebar. Mamih sempet mo urun nama. Ketika ditanya siapa, dengan mantap mamih menjawab: Sasongko! …Hah?!.. aku shock. Sasongko?! jadul amat….  Tapi mengingat lagi hamil tua, pamali nyakitin mamih, aku tampung si sasongko tadi. Mamih bilang semua orang yang dikenalnya dan bernama sasongko ternyata hidupnya sukses sampai hari tua. Begitu alasan mamih. Akhirnya daripada puyeng dan menghindari anggapan otoriter, kali ini aku persilahkan bapak Hilal untuk cari nama buat anak laki-lakinya. Setelah hari H kelahiran, barulah si bapak setor nama. Salnair Arthegi Achmad. Nama yang aneh. Aku, mamih dan orang serumah lainnya sempet mengerutkan kening. Kata bapak hilal, ini berasal dari bahasa apa gitu.. (aku lupa). Yang di pake pada masa ‘lord of the rings’, ‘eragon’ etc. Artinya Pemimpin yang bijaksana dan lembut hati. Mamih yang berasa orang jawa dan nenek si adek langsung memanfaatkan otoritasnya sebagai nenek, panggilannya: Dimas!  Selang beberapa waktu, aku makin nggak suka dengan nama Salnair Arthegi, diperkuat dengan satu dan lain hal, diputuskan untuk merubah nama adek (pake bubur merah putih juga lho..) dengan Dimas Paramadhyaksha Achmad. Parama: Utama dan Adhyaksha: Pemersatu. Pemersatu yang Utama, itulah yang telah dilakukan anak lelakiku untuk orangtuanya. Semoga ini menjadikannya seorang negoisator ulung kelak. Amiin

KaIi ini, aku juga sedang sibuk mencari nama bayi perempuan. Echi, adekku, kini sedang hamil 7 menuju 8 bulan. Sejak 2 bln yang lalu aku si calon tante ditugaskan untuk mencari nama belakang buat si baby yang insyaAllah seorang gadis kecil. Ayah-ibunya sudah memilih nama depan untuknya, Shafira Rahma. Giliran nama belakang, ditugaskan pada aku, si tante untuk mencarinya. Alasannya, karena sejak kecil aku paling semangat kalau cari nama-nama baru. Ada pesan sponsor, arti nama haruslah pintar, cerdas dan sejenisnya. Pesan sponsor yang bikin aku puyeng banget. Karena kebanyakan nama anak perempuan memiliki arti cantik, manis, lembut, anggun dan sejenisnya. Hampir tiap malam aku memolototi daftar nama dari berbagai bahasa dunia, dimulai dari alfabet A sampai Z! Kalau bukan karena cinta… pasti sudah aku tolak pekerjaan yang bikin minus mataku makin tebal ini…

Ada yang berasal dari bahasa arab, yang langsung ditolak si calon ibu, karena bunyinya mirip ‘ketiak’ dalam bahasa kedokteran. Sempet terpikir untuk nama Miranda:extraordinary, tapi miranda adalah nama kecengan calon ayah pas jaman smp dulu. Daripada-daripada…. mending tak usahlah. Ditengah keputusasaan, aku menemukan, Rasendriya: tajam akal dan pancainderanya. Aku lega… setidaknya ini bisa jadi nominasi yang pantas. Shafira Rahma Rasendriya. Manis juga kan… 🙂 Rasendriya sudah kuajukan pada echi dan suami. Entah akan terpakai atau tidak.

Kutubuku

Hari ini aku suntuk banget. Apalagi kalau bukan karena himpitan ekonomi. Sementara analis keuangan begitu bersemangat menganjurkan untuk menyediakan uang cash, permintaan akan uang cash justru datang bertubi-tubi dari kanan-kiri, depan-belakang. Walhasil dapat dipastikan persediaan uang cash kami, minus! 🙂

Sejak jaman baheula, buat aku, buku adalah pelipur lara dan toko buku adalah surga. Surga yang memabukkan sekaligus berbahaya. Bagaimana tidak, berada diantara tumpukan buku bisa membuatku kalap, ..ini bagus, itu menarik, yang dipojok covernya lucu, ….ujung-ujungnya dompetku jebol lagi. Tapi efek yang ditimbulkan sungguh luar biasa, keluar toko buku dengan menenteng setumpuk buku baru, hem.. hati riang pikiran tenang.

Akhirnya dengan berdalih menenangkan jiwa, aku meluncur ke kutubuku. Surgaku di kota wisata. Sebuah toko buku kecil di kawasan pertokoan trafalgar. Baru kutemukan sekitar 3 minggu yang lalu. Toko yang relatif mungil, membuat jumlah bukunya tak terlalu banyak. Tapi jenis dan macamnya bisa bikin ngiler. Setiap minggu datang koleksi baru. Bila berkunjung 2 minggu sekali, bisa membuat semangat 45-ku berkobar.

Aku terpaku melihat satu seri lengkap ensiklopedi anak seharga 1 jt-an lebih. Sebagai pecinta ensiklopedi ini membuat hatiku bergejolak. Antara hasrat ingin membeli tapi apa daya dak nyo piti.. Bergeser ke rak sebelah. Panduan dari Nanny 911.., lumayan menarik untuk dibaca ibu-ibu. Harganya kurang dari 80 rb. Sempat kubolak-balik untuk pertimbangan, teringat si kakak dan dedek di rumah, ehm rasanya nggak perlu deh, so far..mereka berdua anak-anak yang manis. Rak berikutnya, Belajar Mandiri Bahasa Jerman, aku jadi teringat masa kuliah. Kursus Bahasa Jerman yang tak tuntas. Ingatan akan cita-cita masa kecil pun turut melintas. Dipenuhi aura kenangan masa lalu, buku ini pun berpindah tempat. Melewati display dekat pintu masuk membuatku tersenyum. Pemikir Besar Dunia, Ucapan dan Kebijaksanaan. Buku bagus buat penyuka quotes (setelah dibaca ternyata para pemikir besar itu nggak bijaksana-bijaksana amat, terkadang ucapan mereka juga asbun!). Beli buku tanpa novel, ibarat sayur tanpa garam. Setelah menamatkan trilogi Twilight-Newmoon-Eclipse (by stephanie meyer) yang menggetarkan jiwa dan bikin pegal tangan, novel ringan rasanya lebih kubutuhkan. Pilihan jatuh pada Bookends-Jane Green (dipilih karena ada kata book-nya). Terapi ini pun berakhir di meja kasir. 105 rb untuk 3 buku.

Keluar melewati pintu kutubuku sembari menghirup udara sore yang hangat. Hatiku ikut menghangat. Sungguh terapi jiwa yang luar biasa. Prima!

31/10/08

Bitter Memories

Jika diingat-ingat, sepanjang hidupku ini aku sudah mengalami 3 kali sakit hati yang dalam skala 1-10, sakitnya terasa di rentang 8-10. Dua diantaranya sudah kuatasi dengan baik. Kasih sayang tak terbatas dan rasa hormat menjadi resep mujarab untuk mema’afkan luka hati yang pertama. Sementara, gengsi dan harga diri memaksa aku untuk walking forward, dan kemudian waktu mengambil alih untuk mengeringkan luka kedua. Luka ketiga sementara ini masih basah. Aku dibuat tersiksa oleh luka yang satu ini.

Bayangkan saja… ketika sedang asyik melakukan aktifitas, tiba-tiba …tuing! Bayangan peristiwa yang menyakitkan itu melintas. Begitu tombol merah ini terpencet, seketika itu juga moodmu berubah. Dari happy… lalu mulai feeling blue…menjelma jadi bete…dan sret! Seperti sumbu kompor amarahmu pun tersulut. Seiring dengan itu kalenjar air matamu pun bekerja. Dan jika kamu pengidap alergi dapat dipastikan saat itu hidungmu mulai berubah warna. Menjadi merah dan berair. Lalu entah kapan mulainya, bahumu mulai terguncang dan isakan kecil terdengar (yang kadang-kadang semakin lama menjadi semakin nyaring). Selama beberapa saat, berlangsung proses campur aduk antara amarah, kecewa dan sedih. Dan sesudahnya, tubuhmu terkulai lemas dengan rasa ngilu di persendian, dan wajahmu tercoreng air mata di sana-sini bercampur ingus. Luar biasa jelek. (seperti yang pernah kukatakan, selain sayur blendrang, segala sesuatu yang dicampur aduk itu efeknya buruk dan rasanya tidak enak). Jika hal ini kau alami setiap hari, cuma ada satu kata yang tepat : Tersiksa.

Ups! Jangan dikira aku hanya berdiam diri. Bisa dibilang aku nyaris melakukan semua cara untuk melepaskan diri dari kondisi ini. Mulai dari membesarkan hati dan memotivasi diri, ide untuk terapi hipnosis juga pernah terlintas, bahkan juga menyakiti diri sendiri (semoga Tuhan mengampuni..) juga pernah kulakukan untuk lepas dari kepahitan ini. Tapi semuanya NOL BESAR. Hem, aku juga pernah mencoba menganalisa sumber sakit hatiku ini. Waktu itu aku curhat pada adik bungsuku via telepon.

“Bla..bla..bla… mungkin kalau aku terima tawaran si trouble maker itu untuk ketemuan trus aku ngelapasin semua emosi negatifku ke dia dan kalo perlu give her little bit slaps..aku bisa legaan dikit. Nggak nyesek seperti sekarang”, Ujarku sok ilmiah sambil setengah mewek. Adekku tertawa lalu katanya,” Kalau saat itu kamu ketemuan, saat ini pun kamu akan tetap menangis, sambil menyesali kenapa cuma give her little bit slaps dan bukannya kamu cabik-cabik sekalian”.

Aaarghh!

Komen yang menyebalkan. Lebih menyebalkan lagi karena secara akal sehat dia benar. Amarah itu tidak terpuaskan. Amarah selalu memiliki alasan dan kebenarannya sendiri.

Akhirnya, mamiku turun tangan. Tanpa menafikkan rasa marah melainkan mengendalikannya. 3 hari saja, katanya, kendalikan dirimu. jika sudah terlewati, mulai lagi 3 hari dan seterusnya.

Lantas bagaimana dengan luka itu?

Seperti juga luka yang ada di kulit, jika sakitnya tak terasa dia tidak berarti apa-apa. Jika amarah, sedih dan kecewaku sudah mereda, luka itu masih akan ada di sana. Di salah satu ruang hatiku. Tapi dia hanya sebagai penanda sebuah peristiwa besar yang sudah kumenangkan. Tidak lebih.

Nasehat yang masuk akal. Aku menurutinya. Hari pertama langsung gagal total. Aku tidak menyerah, kemudian aku berhasil selama sehari lalu meningkat satu setengah hari. Dan saat kutulis tulisan ini dalam bentuk draft, aku sudah melewati hari ke..5! Hore…..!!!

Aku bangga pada diriku sendiri. Buat kamu ini mungkin hal yang sepele.  Sebaliknya, buat diriku ini sesuatu yang luar biasa. Aku tidak perduli berapa banyak cara yang harus aku coba, nasehat yang harus kuturuti atau betapa sukar untuk melakukan itu semua. Karena aku sudah memilih dan bertekad untuk pulih dari kepahitan ini. Hidupku terlalu berharga untuk sebuah kepahitan. Kalau saat ini kamu mengalami kepahitan yang sama, please… jangan menyerah untuk pulih. Percayalah kita pasti bisa!

Di sisi lain (semoga aku tidak berharap terlalu banyak), aku berharap ketika kamu membaca tulisan ini, kamu mengerti bahwa yang terjadi padaku bisa saja terjadi (bahkan mungkin lebih buruk) pada seseorang yang kamu sakiti dan kecewakan. Terutama orang-orang disekitarmu yang selama ini menyayangi dan percaya padamu. Kamu tidak akan pernah tahu betapa besar kerusakan yang kamu buat pada hidup mereka. Ketika itu terjadi, segala sesuatu yang kamu miliki..uang, karir, wajah rupawan, kepintaran..itu semua tidak ada artinya. Apalah arti hidup jika kamu tak memiliki hati. Please… berhentilah menyakiti dan mengecewakan seseorang, setidaknya… berpikirlah ulang. Peace!

30/10/08

No Blood in Our Food

Seram? Sejujurnya judul diatas memberikan efek yang nggak nyaman buat aku. Kalimat itu kubaca 9 tahun yang lalu pada sebuah spanduk di depan kampusku. Spanduk yang dibuat komunitas vegan untuk pertemuan tahunan mereka. No blood in our food adalah kalimat yang mereka pilih untuk mendeskripsikan makanan yang mereka konsumsi. Sedikit berlebihan, tapi cukup menarik perhatian. Yang jelas membuat aku yang pemakan segala ini jadi berasa serupa vampir..

Ingatanku akan kalimat ini kembali ketika sedang melintasi pertokoan canadian di kompleks rumahku di kota wisata. Sebuah spanduk terpampang di depan salah satu ruko. Jagalah Bumi Kita Jadilah Vegetarian. Hem, mungkin hiperbolis memang kebiasaan para vegan ketika membuat slogan.

Setelah bolak-balik melintas, aku masih tidak bisa paham apa hubungan menjaga bumi dengan menjadi vegetarian. Aku justru berpikir, ketika kita jadi vegan ataupun ovolacto vegetarian kemudian hanya mengkonsumsi yang hijau-hijau saja… bukannya justru komunitas hijau jadi berkurang dan ekosistem jadi tidak seimbang?! Tapi ya sudahlah, namanya juga kata-kata. Sah-sah saja bila si pembuat slogan memilih kata-kata diatas untuk menyampaikan pesannya. Dan tidak salah juga jika aku, si pembaca pesan, justru menafsirkannya berbeda.

Ngomong-ngomong soal hijau dan penyelamatan bumi, memang sudah waktunya sih (agak terlambat malah..) kita mesti lebih concern sama bumi kita. Karena bagaimanapun juga ini satu-satunya tempat hidup yang paling sesuai buat kita dan anak keturunan kita sebagai manusia. Jadi Sudah seharusnya kita bertanggung jawab atas kelangsungan dan keberadaannya. Tidak perlu dimulai dengan yang besar seperti mendadak jadi vegan, misalnya. Cukuplah dengan hal-hal kecil yang kita enjoy melakukannya dan konsisten. Apa sajalah bentuknya, seperti membuang sampah pada tempatnya. Klise tapi harus terus-menerus dibiasakan. Atau mengurangi asap rokok, bagi kamu yang perokok. Bisa juga menghijaukan tanah-tanah kosong yang tersisa. Walaupun cuma tersisa tempat bagi satu pohon, nggak masalah. Karena satu pohon, bisa menyelamatkan beberapa paru-paru manusia. Ketika level ini sudah menjadi gaya hidup, kita bisa mencoba ‘yang lebih berat’. Seperti mengurangi penggunaan alat listrik untuk meminimalkan efek rumah kaca, memilah sampah sehari-hari, menggunakan produk-produk daur ulang, atau malah ikutan punya baby tree yang diprogramkan WWF (Bener kan, ini programnya WWF?!).

Jadi intinya, kalau kita memiliki kesadaran untuk lebih peduli lingkungan, sekecil apapun, itu akan sangat berguna buat bumi tua kita ini. Yang pada akhirnya akan menyelamatkan keberadaan anak cucu kita kelak. Jadi tunggu apa lagi.. let’s be the greeners!

31/10/08

Equilibrium

Ini blog ke-3 yang aku buat. Awalnya aku ngeblog di Fs, tapi karena aku nggak bakat bikin jejaring, temen-temen Fs-ku nggak nambah-nambah, blogku pun jadi sepi penggemar. Yang ke-2, aku ngeblog juga di Blogspot, meskipun (lagi-lagi) blogku ‘sunyi-senyap’, aku suka blogku yang satu ini.  Tulisan-tulisan yang kubuat di sana sebagian besar butuh pemikiran. Melewati proses belajar dan pemikiran yang mendalam. Jadi meskipun buat sebagian orang yang sudah membaca, tulisan-tulisanku itu boring dan garing….. aku sama sekali nggak ambil pusing…

Pada dasarnya aku pecinta keseimbangan. Setelah menghasilkan tulisan-tulisan yang bikin aku mikir, aku merasa perlu memiliki tempat dimana aku bisa menulis dengan reflek. Menulis tentang banyak hal yang aku suka atau sesuatu yang melintas begitu saja di pikiranku. Pokoknya aku menulis begitu aku ingin menulis. Hal yang spontan yang bisa bikin aku lebih rileks. Demi alasan keseimbangan inilah aku putuskan untuk ngeblog di WordPress.

Kenapa nggak jadi satu di Blogspot? Pertanyaan bagus!

Kecuali Sayur Blendrang buatan mamiku, aku nggak suka sesuatu yang dicampur aduk! Nggak bertema dan merusak cita rasa. Beberapa tulisanku di blogspot ada yang tidak sesuai tema (Belakangan aku agak nyesel nulisnya) dan menurutku membuat blogku jadi agak ‘cacat’ tastenya. Tapi karena sudah terlanjur ya sudahlah…

Seperti yang sudah kukatakan di awal, blog ini adalah jurnal yang spontan. Jadi jangan heran jika bahasanya tidak baku, tata bahasanya kurang pas, isinya terlalu ringan atau malah terlalu sensitif. Aku juga berusaha meminimalkan proses mengedit, baik pada isi maupun bentuk tulisan. Aku pengen membiasakan untuk segera menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan. Sekaligus ingin melihat sejauh mana aku bisa dengan ‘reflek’ menguraikan ide tadi dengan lancar dan enak dibaca.

Supaya nggak bingung, aku juga pengen ngejelasin kalau tanggal penulisan akan berbeda dengan tanggal posting. Karena laptop nggak setiap hari available di rumah, aku harus membuat tulisan dalam bentuk draft terlebih dahulu. Kalau tidak, ide yang lewat bakal keburu basi atau malah hilang. Tanggal penulisan rencananya akan dicantumkan di akhir tulisan.

So.. welcome to my blog!

29/10/08