Perkenalan saya dengan dunia maya dimulai lebih dari 10 tahun silam. Waktu itu saya masih duduk di bangku kuliah. Pacar yang saat itu bekerja di Kalimantan dan kebetulan di bidang telekomunikasi menganjurkan saya mulai menggunakan internet untuk berkomunikasi. Pada saat itu yang namanya warnet masih jarang, kalaupun ada fasilitasnya pun sekedarnya. Termasuk warnet pertama pilihan saya. Letaknya tepat di depan SMU De Britto. Saya yang selalu merasa takut pada pengalaman pertama masuk dengan hati deg-degkan. Ruangannya tak seberapa luas dengan penyekat-penyekat yang membaginya menjadi beberapa bilik. Tak ada kursi untuk duduk, PC diletakkan di atas meja kecil dan rendah. Walhasil kita harus duduk di lantai dengan kaki selonjor di bawah meja. Lalu dengan ragu-ragu saya mendatangi mas penjaga warnet, ” Mas, saya diajarin ya..”. Untung saja si mas bersedia. Pengalaman pertama saya hari itu berjalan lancar. Sebuah akun di mailcity sebagai hasilnya.

Kunjungan berikutnya saya merasa lebih pede. Kali ini saya ingin mencoba memasuki dunia chatting. Kembali saya meminta bantuan si mbak warnet. Si mbak memberi intruksi singkat cara menggunakan mirc. Saya manggut-manggut lalu dengan stil yakin masuk ke bilik favorit saya. Sempat saya melirik ke penghuni bilik sebelah. Dua murid dengan seragam De Britto, yang sibuk cekakak-cekikik. Pasti ngeliat yang saru-saru! batin saya. Tak lama saya mulai sibuk mengingat dan mempraktekkan intruksi si mbak tadi. Klik sana..klik sini..selesai deh! Saya tinggal menunggu layar menampilkan nama-nama chatter tergabung di channel. 5 menit… 10 menit…15 menit… kening saya mulai berkerenyit. Kok lama amat tampilnya. 20 menit… lemot amat sih koneksinya, pikir saya kesal. Lebih dari 30 menit…tiba-tiba, sebuah kepala menyembul dari bilik sebelah..”mbak, connectnya di klik dulu dong!” . Oalah….

Setelah perkenalan saya dengan mirc yang agak memalukan tadi, dimulailah sepak-terjang saya di dunia perchattingan. Seiring dengan itu warnet-warnet mulai bermunculan. Kini pilihan warnet untuk saya mulai beragam. Setidaknya ada 4 warnet berdiri di sekitar tempat kost saya. Ada yang menawarkan harga sangat miring, tapi kenyamanannya minim. Ada yang harganya sedikit lebih, tapi tempat lebih nyaman plus sedia pop mie. Yang paling sip, warnet favorit saya. Lokasinya tepat di sebelah kampus, ruangannya besar dengan interior nyaman, penjaganya ramah, kecepatannya oke dan harga bersaing. Saking favoritnya, sahabat saya Dewi, sampai tahu harus kemana mencari saya jika saya tak ada di kost. Persiapan saya untuk chatting pun tak kalah heboh. Kebetulan saat itu saya tengah menjomblo. Jadi saya bisa bebas merdeka chatting sampai punggung gempor! Kalau niat akan menghabiskan waktu yang lama, biasanya saya sangu sendok, tisu kering dan tisu basah. Di tengah perjalanan menuju warnet saya mampir ke warung untuk membeli nasi bungkus. Setelah berjam-jam bas bus ngobrol tak tentu arah dengan sesama chatter, perut biasanya keroncongan menagih haknya. Pada saat itulah nasi bungkus yang sudah mbededeg itu dibuka dan disantap. Soal rasa tidak lagi jadi masalah, yang penting kenyang! Jika setiap orang punya masa kedanan (tergila-gila) akan sesuatu dalam hidupnya, mungkin inilah masa-masa kedanan saya…

Karena sebagian besar waktu saya saat itu habis di warnet, tidak heran jika beberapa pengalaman hidup saya dipengaruhi oleh dunia chatting. Pertama kali berjilbab setelah ‘dikuliahi’ dengan tajam oleh seorang ustad asal Malaysia. Dimaki seorang teman di forum terbuka pun pernah saya alami. Belum termasuk beberapa tindakan bodoh yang saya lakukan bersama sesama chatter. Tapi yang paling spektakuler adalah ketika saya menelpon salah seorang chatter di #Mushola, “Halo Mas Hilal, mau tidak menikah dengan saya?”.